Sumba From My Sight

 

“Saya Ngak Mau Pulang”……

Saya nggak tau udah berapa kali saya mengulangi ucapan saya itu ke orang-orang di sekitar saya. Mulai dari keluarga asuh saya, rekan-rekan guru disini, maupun kakak dan teman-teman yang ada di Jakarta. Emang bener sih, beneran gamau pulang, habisnya suasana di kota ini enak, udaranya sejuk, orang-orangnya baik, ramah, dan seru. Tapi yang paling penting adalah: GAK MACET. Saya bahkan tidak bisa membayangkan pulang ke Jakarta disambut dengan macet berjam-jam. Setiap kali saya Lawere (jalan-jalan dalam bahasa gaul Sumba), saya selalu ingat sama jalanan di Jakarta, terkhususnya di Binus yang macetnya sama kayak nunggu jodoh. Lama. Jarak dari kampus Anggrek ke KF* Binus aja butuh waktu 45 menit. Kalau disini, waktu 45 menit kita sudah bisa sampai di 3 pantai yang ada di Sumba Barat, yaitu Pantai Watubela, Pantai Marosi, dan Pantai Kerewei.

Pantai Watubela

 

Pantai Marosi

 

Pantai Kerewei

Jadi, itu salah satu alasan kenapa saya sering sekali bilang ke kakak saya di Jakarta, “kalo bukan karna skripsi dan masa depan, gue gak mau pulang, Kak.”

Disini saya kenal banyak sekali orang baru. Nggak cuma sebatas rekan guru, tapi juga temennya rekan guru, saudaranya rekan guru, atau saudaranya keluarga asuh saya selama saya tinggal di Waikabubak, Sumba  Barat. Tapi yang paling saya nggak ngerti adalah, setiap saya pertama kenalan dengan orang baru, hampir mereka semua berkata, “ooohh… ini yang datang dari Jakarta itu??”. Seolah-olah mereka sudah tau tentang saya lebih dahulu. Bahkan, nama saya menyebar sampai ke beberapa SMP dan SMA lain di kota ini. Saya sering kali mendapat cerita dari Indri (adik baru di Sumba) bahwa banyak yang bertanya sama dia tentang saya.

“Indri, itu engko pung kakak ko? Gaga eee…” (Indri, itu kakakmu? Cantik ya..)

“Indri, kasih kenal dulu itu bucan dengan kita to..” (bucan : ibu cantik)

“Titip salam dulu sama nona Jawa”

Itu hanya beberapa contoh dari sekian banyak kalimat yang diucapkan anak anak SMP ataupun teman sekolahnya Indri. Jangankan saya, Indri saja setiap kali dapat pertanyaan seperti itu selalu bingung sendiri. Kalau Indri tanya kenapa bisa kenal saya, mereka jawabnya,

“aih Indri, itu Nona Jawa cantik tenar memang di sam pung sekolah. Dong semua tau dia.” (yaampun Indri, nona Jawa cantik itu memang terkenal di sekolah saya, semuanya tau dia.)

Bukannya bermaksud sombong sih, tapi saya merasa seperti artis disini. Dan saya yakin, kalau teman-teman di Jakarta datang ke Sumba, pasti juga akan merasakan hal yang sama. Kemana-mana diliatin orang (sampai saya selalu mengira ada yang salah dari saya, entah mengira baju yang kebalik atau lipstik yang belepotan), hampir semua (khususnya laki-laki dan anak anak) selalu ingin kenalan, dan selalu mendapat pujian dari orang-orang sekitar. Dibilang cantik, manis, baik, modis, itu sudah menjadi semacam cemilan sehari hari disini, padahal saya merasa banyak juga perempuan cantik dan menarik disini. Dan yang saya Cuma bisa tersenyum dan bilang terima kasih berkali-kali dengan gaya malu malu kucing. But hey, beauty is in the eye of the beholder. Jadi, kalau menurut mereka seperti itu, ya….., saya bisa apa? (hehehe).

Oh iya, mungkin saya sudah pernah menceritakan keadaan sekolah disini, tapi saya belum menceritakan guru-guru yang ada disini. Sekolah ini punya 21 guru, termasuk saya. 9 guru perempuan dan 12 guru laki-laki. Semuanya baik dan karakternya unik. Oh, and I got a chance to celebrate my 21st birthday here in Sumba with my fellow teachers, and I got a really cute little surprise also. Beruntung saya masuk sekolah ini, karena guru-guru disini masih terbilang muda dan semuanya lajang, except the Headmaster and Vice Headmaster.

Kejutan guru-guru

Bisa dibilang SMA Katolik Sint Pieter Waikabubak memiliki jajaran guru muda terbanyak diantara sekolah-sekolah lain. Guru-guru disini juga berasal dari berbagai macam daerah dan keturunan seperti Sabu, Rote, Nagekeo, Manggarai, Anakalang, Kodi, Loli, Wejewa, Maumere, dan Wanokaka (nama daerahnya memang cukup aneh dan saya yakin sebagian besar belum pernah anda dengar). Itulah kenapa saya sangat menikmati berada di sekolah ini, kami bisa saling bertukar cerita, pengalaman, dan candaan. Tidak ada hari tanpa ‘main gila’ (bahasa sehari-hari di Sumba yang artinya bercanda), dan tidak ada hari tanpa berita baru yang bisa dijadikan bahan obrolan. Pokoknya kalo sudah nongkrong di kantin, wah, bisa bisa kita lupa kalau ada waktu mengajar. Kantin sekolah bisa disebut sebagai basecamp kami disini. Meskipun kantinnya sederhana dan yang dijual tidak banyak, tapi kami betah sekali disini. Apalagi makanannya yang menurut saya sangat murah (nasi seharga 2000 dan 5000, gorengan harga 1000, minuman seharga 2000) membuat kami nggak berhenti makan sambil bercerita. Dan dapat disimpulkan bahwa mama kantin adalah juru kunci dari setiap curhatan guru-guru disini.

To be honest, one of the reason I chose to do this internship and came all the way from Jakarta to Sumba is also because I also wanted to travel. I want to go see new places that I have never been to. Itulah kenapa, baru beberapa bulan disini, saya sudah mengunjungi semua bagian Sumba. Mulai dari Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, sampai yang paling jauh yaitu Sumba Timur. Sudah cukup banyak tempat wisata yang saya kunjungi disini. Malahan, saya sudah mengunjungi tempat-tempat yang bahkan orang asli sini pun belum pernah datangi. And let me tell you something, I am proud to say that Sumba is a Paradise. Semua tempatnya keereeeennnnn! Once you get there you wil have no intention to go home. It’s just too beatiful. Ini adalah pertama kali dalam hidup saya, dimana saya berkunjung ke lebih dari 10 tempat wisata alam dalam jangka waktu 5 bulan. How awesome is that?? Well, at least to me it is. Memang nggak bisa dipungkirin sih kalau saya ini kaki kereta (bahasa gaul orang Sumba untuk menyebut orang yang demen jalan-jalan), jadi setiap ada tawaran, ajakan dan kesempatan untuk jalan, ya saya iyakan. Traveling is my passion. So why would I turn down someone’s invitation to go see new places? It could be once in a lifetime opportunity and it would be so stupid if I say no to it.

So here are the place I’ve already been to (Urutan sesuai dengan waktu berkunjung):

1.Taman Mamuli

Taman Mamuli

2.Kampung Adat Prai Ijing

Kampung Adat Prai Ijing

 

Kampung Adat Prai Ijing

 

Kampung Adat Prai Ijing

 

3.Kampung Adat tarung

Kampung Adat Tarung 1

 

Kampung Adat Tarung 2

 

Kampung Adat Tarung 3

 

Kampung Adat Tarung 4


4.Tana Darro

Tana Darro 1

 

Tana Darro 2

 

5.Bukit Werinding

Bukit Werinding

 

Bukit Werinding

 

6.Bendungan Kambaniru

Bendungan Kambaniru

 

7.Pantai Watubela

Pantai Watubela

 

Pantai Watubela

 

Pantai Watubela

 

8.Weekelo Sawa

Weekelo Sawa

 

Weekelo Sawa

 

Weekelo Sawa

 

9.Pantai Marosi

Pantai Marosi

 

10.Pantai Kerewei

Pantai Kerewei

 

11.Air Terjun Lapopu

Air Terjun Lapopu

 

Air Terjun Lapopu

 

12.Pantai Kita Menanga Aba

Pantai Kita Menanga Aba

 

13.Pantai Weekuri

Pantai Weekuri 1

 

Pantai Weekuri 2

 

Pantai Weekuri 3

 

14.Pantai Watukaka

Pantai Watukaka 1

 

Pantai Watukaka 2

 

Pantai Watukaka 3

 

Pantai Watukaka 4

 

Pantai Watukaka 5

 

 

15.Bodusula

Bodusula

 

Bodusula

 

Sebagian tempat saya kunjungi bersama teman-teman guru disini, sebagian lagi saya kunjungi bersama Mama dan Kakak saya yang berlibur ke Sumba di bulan November lalu. Yes, my mother and sister love me that much makanya sampai datang ke Sumba untuk nengokin saya. Sebenernya agak nggak yakin juga sih sebenernya kalo alasan mereka datang ke Sumba itu untuk datangin saya, tapi intinya mereka datang kesini. And guess what? They had a really great time during their short escape here. Mereka nggak henti-hentinya berdecak kagum sama alam Sumba, terutama saat kami pergi ke Pantai Weekuri. Dan nggak hanya alamnya, Mama dan Kakak sayapun juga suka banget sama masakan Sumba, apalagi mama saya yang suka banget masak. Ya.. namanya juga emak-emak, jadinya setiap dia nyobain makanan baru pasti akan bilang, “ini bumbunya apa?”.

Bersama Mama dan Kakak saya

Nggak hanya jalan-jalan hanya sekedar untuk menikmati alam, saya juga pernah jalan-jalan sekaligus untuk mengikuti kegiatan sosialisasi pembuatan pupuk organik di kecamatan Lambanapu, kota Waingapu, Sumba Timur. Diantara semua daerah Sumba, Sumba Timurlah yang jaraknya paling jauh. Jika dari Waikabubak (Sumba Barat) ke Waetabula (Sumba Barat Daya) atau ke Anakalang (Sumba Tengah) butuh waktu satu jam, ke Waingapu (Sumba Timur) butuh waktu 3 jam dengan kecepatan tinggi. Kalau kecepatan ala-ala sih bisa sampai 4 jam perjalanan. Perjalanan kesanapun tidak lurus, melainkan ‘leter S’ atau berkelok-kelok seperti huruf S. Bisa dibilang cukup ekstrim sih, karena perjalanan kesana selama 3-4 jam kesana itu jalannya benar-benar seperti huruf S yang tidak ada habisnya dan kadang disebelah jalannya itu jurang yang nggak ada pembatas jalannya. Jadi untuk pergi ke Waingapu, harus dipastikan bahwa perut nggak boleh kosong. Kalau tidak, ya… bisa-bisa jackpot ditengah jalan. Tapi selama diperjalanan, saya disuguhkan pemandangan yang wow banget. Mulai dari melewati hutan yang di kanan kirinya banyak pohon tinggi dan dipenuhi suara kicauan burung  (Tana Darro), melewati persawahan dan perkebunan jagung, sampai melewati lembah seperti yang dulu kita lihat di tayangan “Teletubbies”, ingat kan? Dan di tengah-tengah perjalanan, saya sempat melipir untuk menikmati jagung rebus (jagung pulut, yang susah ditemukan di Jakarta) di pinggir jalan dan istirahat makan siang di sebuah rest area yang sangat sepi dan sederhana di Langgaliru.

Rumah Masyarakat di Lambanapu, Waingapu

Sampai di Waingapu, saya langsung menuju tempat dilakukannya sosialisasi, yaitu daerah Lambanapu. Suasana kota Waingapu agak berbeda dengan Waikabubak. Selain karena kotanya yang lebih ramai dan lebih luas, suhu udara di kota ini sangat panas, mengingatkan saya akan Jakarta. Kami melakukan kegiatan ini selama 2 hari. Hari pertama kami memberikan penjelasan kepada masyarakat, dan hari kedua kami melakukan praktek atas penjelasan yang sudah diberikan.

Sosialisasi Pupuk 1

 

Sosialisasi Pupuk 2

 

Sosialisasi Pupuk 3

 

Sosialisasi Pupuk 4

 

Dari kegiatan ini, saya mendapat banyak sekali pelajaran baru tentang merawat tanaman. I like gardening too, so this information is quiet important for me. Di kampung ini, saya diperkenalkan oleh Pak Lorens ke masyarakat disana. Beliau menceritakan sedikit tentang kedatangan saya kesini. Darimana asal saya, tujuan saya, dan bagaimana saya bisa sampai ‘nyasar’ ke Sumba.Respon yang diberikanpun sangat luar biasa. Mereka tidak segan untuk memulai obrolan dan bertanya mengenai keadaan di Jakarta. Mereka juga bertanya mengenai opini saya tentang orang-orang di Sumba dan kebudayaan masyarakatnya. Dan lagi-lagi, saya mendapatkan pujian yang tidak sedikit dari mereka. Saat saya mau pulang mereka bilang agar saya tidak kapok untuk datang ke Sumba dan mereka mengharapkan kedatangan saya kembali ke Sumba Timur. Sungguh suatu pengalaman singkat yang menyenangkan dan berharga.

Foto bersama acara Sosialisasi Pupuk

 

 

Rani Kusuma

170134063

  1. Terimakasih sudah datang di Sumba..salam kenal ya.. 🙏🙏