Pengalaman Berharga dalam lomba Hanyu Qiao 2017

Pada hari terakhir di bulan April, saya mengikuti lomba Hanyu Qiao 2017 untuk kota Jakarta. Hanyu Qiao, biasa disebut Chinese Bridge, adalah lomba kompetensi bahasa Mandarin tahunan yang diselenggarakan oleh Confucius Institute. Confucius Institute sendiri adalah sebuah organisasi pendidikan non-profit yang masih berafiliasi dengan Kementrian Pendidikan Republik Rakyat China.

Lomba untuk jenjang universitas ini diikuti oleh sekitar 30 peserta, yang berasal dari jurusan Sastra China univers-tas-universitas di Jakarta. Untuk mengatasi rasa tegang, saya berkenalan dengan peserta-peserta lainnya. Meski sama-sama bersaing, tetapi memancarkan dukungan positif kepada teman-teman membuat kami sama-sama bersaing secara sehat dan sportif.

Pada lomba yang bertempat di Universitas Tarumanegara ini saya bisa memperlihatkan kemampuan berbahasa Mandarin saya lewat berpidato dan tanya jawab. Tidak hanya itu, lomba ini juga mengetes sejauh mana pengenalansaya akan China lewat keterampilan berbudaya tradisional China. Pada lomba budaya tradisional China, saya membaca puisi beserta membawa lukisan ala China hasil karya saya.

Gbr 1 Saya dengan lukisan saya diatas panggung

Perlu diketahui, kelancaran saya dalam  mempersiapkan lomba ini tentu tidak sendiri, melainkan berkat bantuan guru pembimbing saya, yaitu Fu Ruomei. Dengan sabar beliau mengetes kemampuan pidato dan Tanya jawab saya. Tidak hanya itu, saran dari teman-teman alumni lomba ini juga sangat berharga. Pengalaman mereka dalam lomba ini saya jadikan panduan untuk saya, karena saya pada awalnya sama sekali tidak tahu tentang sistem dari lomba ini.

Gbr 2 Bersama teman-teman dan guru yang selalu mendukung

Ada sedikit kesalahan teknis saat lomba ketika panitia hendak memutar video proses lukisan saya. Tetapi momen itu tidak membuat saya gelisah, dan berkomunikasi dengan MC untuk sama-sama mencairkan suasananya.

Meski dalam lomba kali sini saya belum berhasil mendapatkan gelar juara, tetapi saya mendapat pengalaman berharga menengenai kompetensi bahasa Mandarin di Indonesia, dan membawa pulang sebuah piagam. Kekalahan ini tidak membuat saya patah semangat, melainkan lebih terpacu untuk mengikuti kompetisi-kompetisi lain untuk benar-benar menguji kemampuan diri saya. Terimakasih untuk semua dukungan yang telah diberikan untuk saya, semoga kelak saya bisa membawa kemenangan bagi kita semua.

Dua lukisan di samping saya berasal dari cerita yang sama, yaitu legenda kisah cinta tragis LiangShanBo dan ZhuYingTai, yang sangat populer di China.

Kiri: Air mata darah Zhu Ying Tai

Kanan: Perjalanan cinta LiangShanBo dan ZhuYingTai

Tiara Cornelia